5 Dampak Finansial Jika Terjadi Perceraian

Isu perceraian selebritis nampaknya tiada henti mengalir. Yang terbaru adalah kabar tentang keretakan rumah tangga pelawak Sule hingga artis cantik Dina Lorenza. Mari merenungkan apa saja dampak finansial jika terjadi perceraian bagi semua pihak?

penghasilan istri suami - CekAja.com

Berdasarkan data dari Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung pada periode 2014-2016 perceraian di Indonesia trennya memang meningkat. Dari 344.237 perceraian pada 2014, naik menjadi 365.633 perceraian di 2016. Rata-rata angka perceraian naik 3 persen per tahunnya.

Nah, perceraian bisa dikatakan sebagai keputusan terakhir jika sudah tak ada lagi cara untuk menyalamatkan biduk rumah tangga. Tak ada pasangan yang memimpikan rumah tangganya akan berujung di penceraian, tetapi jika hal itu terlanjur terjadi maka harus dihadapi. Inilah 5 dampak finansial perceraian yang harus dihadapi jika pasangan bercerai.

Istri tak lagi memperoleh nafkah

Dampak finansial perceraian jika pasangan bercerai, istri  tidak lagi mendapatkan hak nafkah dari mantan suaminya. Sementara untuk nafkah anak, suami tetap memiliki kewajiban memberikannya hingga sang anak berusia 21 tahun atau telah dewasa.

Namun, bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), dalam Pasal 8 PP No. 10 Tahun 1983 jo. PP No. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, menyebutkan bahwa mantan suami wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk menghidupi bekas istri dan anak-anaknya.

Besarnya gaji yang diberikan adalah 1/3 untuk PNS pria yang bersangkutan, 1/3 untuk bekas istrinya, 1/3 untuk anak-anaknya. Apabila melanggar ketentuan tersebut, maka berdasarkan Pasal 16 PP No. 10 Tahun 1983, akan dikenakan sanksi disiplin berat.

Apabila istri tak lagi menerima nafkah dari mantan suaminya, tentu saja akan menjadi bencana finansial terutama bagi istri yang tidak berpenghasilan. Mengingat perceraian bukanlah hal yang main-main, pertimbangkan secara matang sebelum melakukannya.

Biaya pendidikan anak terancam

Anak memang seringkali menjadi korban dari perceraian. Selain dampak psikologis, anak pun akan turut merasakan dampak finansial perceraian.

Jika selama berumah tangga, biaya pendidikan bisa ditanggung berdua oleh suami dan istri, maka setelah terjadi perceraian bisa jadi akan berbeda situasinya. Bisa saja, hanya salah satu pihak yang pada akhirnya menanggung biaya pendidikan anak.

Seorang suami memang masih punya kewajiban untuk membiayai keperluan anaknya meskipun telah terjadi perceraian. Namun, banyak sekali faktor yang bisa membuat suami tidak bisa memenuhi kewajibannya tersebut.

Biaya hidup anak tidak terpenuhi

Selain biaya pendidikan yang akan mempengaruhi masa depan anak, biaya hidup anak sehari-hari juga secara otomatis akan menjadi dampak finansial perceraian. Alasannya, tak semua suami tetap menyanggupi membiayai kehidupan anaknya usai perceraian terjadi, meski itu masih merupakan kewajibannya.

Atau sebaliknya, ketika sang anak hidup bersama ayahnya setelah perceraian, sang ibu sudah tidak bersedia lagi untuk ikut menanggung biaya hidupnya. Padahal, selama pernikahan, sang ibu yang memiliki penghasilan sendiri biasanya turut menanggung biaya hidup sang anak.

Alhasil, anak pun akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu pihak, entah suami atau istri pun akan memiliki beban finansial yang berat karena harus menanggung biaya hidup anak seorang diri.

Aset berkurang

Perceraian bisa membuat aset hilang atau berkurang. Kedua belah pihak baik suami atau istri bisa saja mengalami hal tersebut. Rumah yang tadinya ditempati bersama-sama, setelah bercerai akan menjadi milik salah satu pihak saja. Begitu juga dengan kendaraan atau aset lainnya.

Ya, perkara harta gono-gini memang seringkali menjadi masalah dan menimbulkan dampak finansial perceraian. Jika melihat Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, ada harta yang tidak termasuk dalam golongan harta gono-gini yaitu (1) harta bawaan yang sudah dimiliki masing-masing pasangan (suami atau istri) sebelum menikah, dan (2) harta perolehan atau harta milik suami maupun istri setelah menikah yang didapatkan dari hibah, wasiat, atau warisan.

(Baca juga: Strategi Untuk Mencapai Kemerdekaan Finasial)

Jadi, apabila terjadi perceraian, dua jenis harta tersebut tetap menjadi milik pribadi masing-masing. Di luar kategori harta tersebut, maka termasuk harta gono-gini yang wajib dibagi dua ketika terjadi perceraian.

Otomatis, jika rumah yang ditempati selama menikah dibeli suami sebelum menikah atau merupakah rumah warisan yang didapatkan suami dari orangtuanya, maka ketika bercerai, istri tak mendapatkan bagian atas rumah tersebut.

Nasib bisnis yang dibangun bersama terombang-ambing

Selama pernikahan, suami dan istri membangun bisnis bersama-sama. Ketika ikatan rumah tangga tergoncang dan harus berakhir, bisnis yang sebelumnya dibangun bersama pun akan terancam nasibnya.

Mengingat adanya permasalahan antara kedua belah pihak, maka keduanya pun akan sulit melanjutkan hubungan secara profesional ketika berbisnis. Artinya, bisnis yang selama ini dikembangkan bersama pun terombang-ambing, yang menjadi dampak finansial perceraian.